Heritage Trail
(Kawah Ijen - Pendopo - Inggrisan - Kelenteng - Pelabuhan Muncar)

Petik Laut Muncar Banyuwangi

Understanding natives and local civilization

Kawah Ijen

Kawah Ijen adalah ikon wisata nasional, yang merupakan salah satu tujuan wisata paling diminati di Indonesia

Berangkat dini hari dari tempat bermalam dan jika cuaca cukup baik serta berada dalam kondisi stamina fisik yang prima, wisatawan memiliki kesempatan untuk melihat fenomena api biru (blue fire) satu-satunya di dunia dan matahari terbit pertama di Pulau Jawa 

Perjalanan dimulai dari arah kota dengan menggunakan kendaraan selama 1,5 jam melewati sawah, perkebunan kopi dan hutan tropis menuju Pos Paltuding (parking area). Setelah pengecekan tiket masuk, dilanjutkan trekking 3,4 km menuju puncak Kawah Ijen

Rute sedikit menanjak pada awalnya sekitar 2 km, serta ada juga bagian lereng yang landai. Sekitar 1 km menjelang puncak, rute mendatar cenderung turun. Sesampainya di puncak Kawah Ijen (2.386 mdpl), terhampar pemandangan menakjubkan dari 36 juta³ air belerang sedalam 200 meter yang tertampung dalam danau kawah asam terbesar di Indonesia

Sepanjang rute yang memakan waktu 1,5 – 2 jam pendakian, wisatawan akan banyak berjumpa dengan penambang belerang yang membawa sulfur dan berkesempatan menyaksikan pesona bentang alam yang eksotis. Hutan pegunungan dengan banyak spesies burung, lutung jawa (Javan Leaf Monkey) dan pemandangan jajaran gunung serta lembah yang indah akan menemani perjalanan di taman wisata alam ini

Pendopo Sabha Swagata Blambangan

Pendopo Kabupaten Banyuwangi yang merupakan rumah dinas Bupati Banyuwangi saat ini terbuka untuk kunjungan wisata dengan catatan sedang tidak ada acara seremonial maupun kedinasan di komplek Pendopo

Komplek pendopo yang mempunyai halaman rumput nan asri meliputi bangunan khas pendopo kabupaten dengan empat pilar utama soko guru yang menjulang tinggi sebagai aula terbuka yang mampu menampung ratusan orang, rumah dinas/regentschap (rumah gaya kolonial yang biasa disebut pringgitan karena mempunyai teras depan dan belakang), guest house untuk tamu daerah, ruang menerima tamu, ruang jamuan makan dan ruang multi fungsi yang berkonsep greenhouse karena memakai atap rumput dan terletak tersembunyi seperti bunker

Terdapat pula Sumur Legenda Sritanjung dan sebuah rumah asli Suku Osing yang merupakan prototype rumah masyarakat Banyuwangi yang masih digunakan di banyak desa khususnya desa-desa yang terletak di lereng Kawah Ijen

Inggrisan 

Inggrisan adalah bekas kantor perdagangan Inggris di Kabupaten Banyuwangi. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan telah menetapkan Inggrisan sebagai salah satu cagar budaya Indonesia. Nomor registrasi yang diberikan ialah CB.1603. Surat keputusan penetapannya adalah 188/372/KEP/429.011/2018 yang diterbitkan tanggal 31 Oktober 2018

Sejarawan lokal Banyuwangi, Suhailik menjelaskan, Asrama Inggrisan pertama kali dibangun oleh kongsi dagang Inggris East India Company (EIC) pada tahun 1766. Mulanya sebagai kantor kecil, kemudian bangunan di lahan seluas satu hektare tersebut dipugar beberapa kali. Bangunan Asrama Inggrisan dibangun dengan arsitektur Suku Bugis dan Mandar sebagaimana banyak digunakan oleh masyarakat Pantai Boom saat mendirikan bangunan. Arsitekturnya mengadopsi arsitektur lokal. Di kawasan pesisir Kota Banyuwangi dulu banyak orang Bugis dengan arsitektur rumah panggung

Fungsi utama dari Inggrisan untuk pemerintahan Inggris adalah sebagai stasiun kabel telegraf bawah laut yang menjadi sambungan komunikasi antara pihak Inggris dan Australia. Telegraf melalui kabel bawah laut ini berdampak besar bagi masa depan Australia di bidang sosial, ekonomi dan politik. Tidak ada lagi berita yang datang lewat laut atau menempuh waktu satu tahun untuk mengirim dan membalas surat. Perdagangan internasional lebih mudah dilakukan dan Australia bisa mengambil tempatnya di panggung dunia politik

Pada tahun 1873, tiga perusahaan Inggris: The British India Extension Telegraph Company, The British Australian Telegraph Company dan The China Submarine Telegraph Company, dilebur untuk membentuk perusahaan perpanjangan telegraf dari timur Australia dan China

Pada pergantian abad, kabel dari Banyuwangi ke Pelabuhan Darwin digandakan (1880), kabel ketiga diletakkan antara Banyuwangi dan Roebuck Bay (1889), dan Selandia Baru-Australia kabel juga digandakan (1890)

Selain kantor dagang diawal pendiriannya, gedung ini juga menyimpan jejak sejarah yang menghubungkan Banyuwangi dengan Kota Broome, Australia Barat. Kedua kota tersebut pernah terkoneksi pada awal abad 18 dalam satu jalur kabel telegram bawah laut. Jaringan kabel tersebut dibangun Inggris mulai Eropa hingga Australia

Pemerintah Inggris menyerahkan bangunan ini kepada Pemerintah Hindia Belanda setelah disepakati adanya pengembalian wilayah jajahan diantara kedua negara ini, khususnya di Hindia Belanda

Saat Perang Dunia II berlangsung, Jepang menghancurkan kabel tersebut. Pada masa pendudukan Jepang di Indonesia, Inggrisan dijadikan sebagai markas oleh Batalion Macan Putih dan 510 Banyuwangi

Inggrisan yang pada awalnya adalah aset TNI, saat ini telah dialihkelola oleh Pemkab Banyuwangi. Renovasi dan pemugaran dalam tahap perencanaan untuk mengembalikan fungsi sebagai sumber sejarah yang berharga akan dilakukan. Total ruangannya ada 25 ruang di lantai satu dan dua. Dari total itu ada 10 ruang yang sementara ditempati menjadi asrama prajurit 

Kelenteng

Di Kelurahan Karangrejo terdapat bangunan khas orang Cina paling tua yakni Kelenteng Hoo Tong Bio. Kelenteng  memang didirikan oleh komunitas Cina setelah mereka memutuskan diri untuk menetap di suatu tempat. Perkembangan permukiman baru bagi orang Cina yang cukup luas pada sebuah kota, selalu diikuti dengan pendirian kelenteng baru

Kelenteng Hoo Tong Bio yang terletak di Jalan Ikan Gurame berdiri pada tahun 1784. Kelenteng ini untuk pemujaan Tri Dharma: Taoisme, Khong Hu Chu dan Buddha.  Kelenteng ini menyembah dewa lokal bernama Tan Hu Jincin, selain dewa-dewi dalam ajaran Tri-Dharma. Dari cerita turun-temurun, Tan Hu Jincin berasal dari Propinsi Kwan Tung yang terkenal sangat pintar dalam berbagai pengetahuan dan ketrampilan antara lain sebagai sinse, pakar hong shui, arsitek bangunan dan pertamanan

Dalam perkembangannya, kelenteng Hoo Tong Bio menjadi pusat atau ‘ibu’ bagi tujuh kelenteng yang menyembah Tan Hu Cinjin di Jawa Timur dan Bali. Tujuh kelenteng itu yakni kelenteng Tik Liong Tian di Rogojampi (Banyuwangi), kelenteng Poo Tong Bio di Besuki (Situbondo), kelenteng Liong Coan Bio (Probolinggo), serta 4 kelenteng Gongzhu Miao yang berada di Jembrana, Buleleng, Kuta dan Tabanan. Kelenteng Hoo Tong Bio menjadi kelenteng terbesar dari tujuh kelenteng cabangnya

Pelabuhan Tradisional Muncar

Petik Laut Muncar Banyuwangi

Pelabuhan Muncar diketahui ada sejak zaman kerajaan Blambangan sekitar tahun 1700-an dengan nama Pelabuhan Teluk Pang-Pang. Pada masa itu pedagang Bugis, Mandar, Melayu, China, Jawa, hingga kongsi dagang Inggris dan Belanda datang ke bumi Blambangan/Banyuwangi untuk berdagang opium, senjata api, beras dan ternak

Pelabuhan Muncar atau juga dikenal dengan nama Pelabuhan Perikanan Muncar adalah pelabuhan ikan tradisional tipe Pelabuhan Perikanan Pantai (PPP). Kini Pelabuhan Muncar terkenal sebagai pelabuhan penghasil ikan terbesar di Pulau Jawa. Lemuru, tongkol, salem, dan layang sebagai bahan dasar pembuatan ikan kaleng menjadi hasil laut andalan di perairan Muncar. Produksi ikan olahan diekspor ke Eropa, Jepang, Thailand, Uni Emirat Arab, Amerika Serikat, Australia, Singapura, dan Kanada

Berbagai aktifitas nelayan setempat yang menjadi pemandangan menarik diantaranya adalah aktifitas nelayan yang sedang membersihkan perahu, memperbaiki jaring, atau kegiatan rutin di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) seperti menjemur ikan, menimbang dan memilih ikan. Menjelang sore hari banyak terlihat nelayan yang bersiap melaut

Pemandangan paling mencolok di Pelabuhan Muncar adalah ratusan kapal warna-warni berbagai ukuran yang parkir berjajar. Semua kapal dipoles mencolok dengan paduan warna putih, biru, merah dan kuning, dipenuhi berbagai aksesoris aneka rupa dan umbul-umbul. Pada bagian atas kapal dipasang lukisan berbingkai dengan bermacam-macam gambar, mulai anak kecil, wanita, orang-orang terkenal dan para pahlawan. Di beberapa kapal ada yang dihias dengan aksesoris seperti sebuah singgasana yang disebut dengan pakesan

Kapal-kapal khas Muncar inilah yang disebut sebagai Slerek. Keberadaan kapal slerek membuat Pelabuhan Muncar tampak semarak dan berbeda dengan pelabuhan lainnya. Saat ini diperkirakan ada 130 kapal slerek yang masih beroperasi

Ukuran kapal slerek bermacam-macam, dari yang kecil hingga yang sangat besar dan semuanya terbuat dari kayu. Ada kapal yang bermesin ada yang tidak, tapi umumnya kapal slerek di Pelabuhan Muncar bermesin. Semakin besar ukuran kapal, semakin banyak mesin diesel yang dipasang. Untuk ukuran kapal slerek dengan panjang 10 meter lebih, dibutuhkan mesin diesel sebanyak 8 unit

Setiap kapal slerek bisa membawa 40-50 awak kapal, tergantung besar-kecilnya kapal. Mereka yang bekerja sebagai awak kapal slerek disebut Nylerek atau Tukang Slerek. Para awak biasanya membawa bekal sendiri dari rumah, yakni makanan dan minuman yang ditaruh dalam ember plastik supaya tidak terkena air laut. Umumnya dalam sebulan mereka melaut selama 20 hari dan 10 hari sisanya libur

Uniknya, kapal slerek ini harus berpasangan. Masyarakat setempat menyebut sepasang kapal itu sebagai “suami-istri”. Memang tidak salah, karena saat melaut, kapal slerek akan berlayar berpasangan. Salah satu kapal membawa jaring dan kapal pasangannya membawa awak kapal sekaligus untuk menampung ikan yang berhasil ditangkap

Kapal yang menjadi “suami” bentuknya lebih ramping, berlayar di depan dan di bagian atas kapal ada tempat duduk untuk nakhoda, yang disebut Juragan Laut. Selain mengangkut jaring, kapal suami juga berfungsi sebagai pemburu ikan. Juragan Laut inilah yang memimpin saat melakukan penangkapan ikan termasuk menentukan titik dimana jaring dilepaskan

Masyarakat Muncar juga mengenal istilah Juragan Darat. Keduanya diperlukan agar pelayaran bisa berjalan dengan baik.  Juragan Darat adalah si pemilik kapal dan orang yang membiayai pelayaran. Maklum, harga sebuah sebuah kapal slerek terbilang tidak murah. Yang bekas harganya sekitar Rp 750 juta, sedangkan yang baru harganya lebih dari 1 miliar. Sekali berlayar dibutuhkan biaya sekitar Rp 7 juta untuk membeli solar dan es balok yang dibawa kapal. Karena itu keberadaan dan kerjasama antara Juragan Darat sebagai pemodal dan Juragan Laut sebagai ahli berburu ikan, mutlak dibutuhkan

Sebelum melaut, nelayan akan mengawali membuat selamatan kecil-kecilan di rumah Juragan Laut atau juragan Darat yang dihadiri para awak kapal yang akan ikut berlayar. Tujuannya tak lain agar selama musim berlayar mereka mendapat keselamatan serta keberkahan

Hubungi Kami

Tour Terkait

Rate this post
Post Views: 71